Masuk Islam, Gadis Cantik Jelita Ini Merasa "Like a Newborn Child"
Dibesarkan dalam sebuah rumah pemeluk Kristen Katolik, sejak kecil Maryam Eustathiou tahu bahwa agama yang diajarkan kepadanya sama sekali tidak seperti yang ia harapkan. Setiap Minggu pagi, ia akan duduk di gereja mendengarkan misa, dan melihat ke sekitarnya, berusaha mencerna apa yang dikatakan sang pendeta, dan ia hanya menatap ruang penuh patung dan lukisan.
Maryam selalu ingat ketika itu ia sering sekali bertanya pada dirinya sendiri: “Apakah ini adalah kebenaran dari salib bahwa setiap orang berlutut, dan apakah dibetulkan bahwa sang pendeta boleh mengenakan pakaian mewah yang terbuat dari semuanya sutra?”
(I always remember asking myself: "Can this be it? Is this the truth? Can this massive symbol of a cross that everyone kneels and bows to, be the true meaning of God? And can this priest dressed in all his luxurious garments of silk and gold be the essence of piety and humbleness and subservience to the Most Divine?")
Entah bagaimana, Maryam tahu bahwa ada yang tidak beres. Fakta bahwa Yesus diberi status Tuhan yang harus disembah di dalam agama Kristen bukannya diterima sebagai salah satu nabi Allah, selalu membuat perutnya mual. “Itu adalah sesuatu yang tidak bisa saya terima, dan ini adalah tanda pertama yang membuat saya mengerti bahwa saya tidak lagi seorang Kristen, tetapi sesuatu yang lain.”
Usia 18 tahun kemudian mengubah Maryam. Ia masuk kuliah. Baginya, ini adalah kesempatan untuk keluar dari rumah. Untuk sesaat ia menemukan kedamaian dan kebebasan untuk melakukan pencarian jiwa!
“Sesungguhnya Allah memberkahi saya dengan kesempatan ini, karena terbukti itu menjadi keputusan terbaik yang saya buat dalam hidup saya,” tutur Maryam.
(Indeed Allah blessed me with this chance, since it proved to be the best decision I made in my life.)
Di universitas, Maryam bertemu dan berkenalan dengan banyak orang dari berbagai budaya dan latar belakang.
Pertemuan pertama Maryam dengan Islam adalah melalui mahasiwa-mahasiswa Muslim yang berbeda dari Arab Saudi, Bahrain, Mesir, Pakistan, Turki, Italia, Inggris dan banyak negara lainya. “Mereka semua datang dalam hidup saya pada saat yang paling tepat, saat saya membutuhkan informasi tentang agama,” kenang Maryam.
Tahun 2001 menjadi yang tak terlupakan bagi Maryam. Ia mengunjungi seorang temannya yang Muslim. Di kediamannya, itulah pertama kalinya Maryam melihat Al-Quran. “Quran itu tersimpan tepat di depan saya, di sebuah rak buku. Hanya dengan melihatnya, ada dorongan dan rasa ingin tahu untuk melihat dan membaca apa yang ada di dalam kitab itu.”
Ketika Maryam membukanya, ia sama sekali tidak bisa membacanya. Tentu saja, karena Quran itu ditulis dalam bahasa Arab. Tapi temannya dengan tenang menjelaskan apa yang ia lihat dari Al-Quran itu. Satu tahun kemudian, Maryam ingat, sebelum awal Ramadhan pada tahun 2002, ia bertanya pada dirinya sendiri “Apakah saya harus pergi ke gereja hari ini? Mengapa saya harus ke sana?”
Maryam tahu, ia tidak percaya bahwa Yesus adalah anak Allah, jadi ia merasa punya alasan untuk tidak pergi ke gereja. “Saya tidak ingin pergi ke gereja untuk sekadar menyenangkan orang tua saya, atau orang Kristen lainnya lagi. Saya ingin agama yang menyenangkan Tuhan dan untuk Tuhan dan hanya Tuhan,” batinnya ketika itu. Di saat yang bersamaan, Maryam juga mulai membaca Al-Quran dan membaca kisah kehidupan Nabi Muhammad SAW.
Setelah mendapatkan banyak informasi tentang Islam dan menanyakan semua pertanyaan yang ia perlu tahu jawabannya, akhirnya Maryam menyatakan menjadi seorang Muslimah.
"I finally came into the world like a new-born child. What can only be described as ‘LIGHT’ was suddenly shone upon me. I decided when Ramadan had finished and we had celebrated `Eid that there was no way I was going to be anything else BUT Muslim, and that was my deciding moment."
“Saya akhirnya datang ke dunia seperti anak yang baru lahir. Saya memutuskan menjadi seorang Muslimah saat Ramadhan usai,” tutur Maryam.
"After so many years of being blind, and walking in the dark, one day, Allah the Most Gracious Most Merciful shone the torch in my eyes, and I woke up from the trance, from the illness, from the blindness I was trapped in for so long."
“Setelah bertahun-tahun menjadi buta, dan berjalan dalam gelap, suatu hari, Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang memberi sinar di mata saya, dan saya bangun dari ‘pingsan’, dari penyakit, dari kebutaan yang sudah menjebak dalam waktu yang sangat lama,” demikian Maryam.
Sumber: onislam, terjemahan islampos.com
Maryam selalu ingat ketika itu ia sering sekali bertanya pada dirinya sendiri: “Apakah ini adalah kebenaran dari salib bahwa setiap orang berlutut, dan apakah dibetulkan bahwa sang pendeta boleh mengenakan pakaian mewah yang terbuat dari semuanya sutra?”
(I always remember asking myself: "Can this be it? Is this the truth? Can this massive symbol of a cross that everyone kneels and bows to, be the true meaning of God? And can this priest dressed in all his luxurious garments of silk and gold be the essence of piety and humbleness and subservience to the Most Divine?")
Entah bagaimana, Maryam tahu bahwa ada yang tidak beres. Fakta bahwa Yesus diberi status Tuhan yang harus disembah di dalam agama Kristen bukannya diterima sebagai salah satu nabi Allah, selalu membuat perutnya mual. “Itu adalah sesuatu yang tidak bisa saya terima, dan ini adalah tanda pertama yang membuat saya mengerti bahwa saya tidak lagi seorang Kristen, tetapi sesuatu yang lain.”
Usia 18 tahun kemudian mengubah Maryam. Ia masuk kuliah. Baginya, ini adalah kesempatan untuk keluar dari rumah. Untuk sesaat ia menemukan kedamaian dan kebebasan untuk melakukan pencarian jiwa!
“Sesungguhnya Allah memberkahi saya dengan kesempatan ini, karena terbukti itu menjadi keputusan terbaik yang saya buat dalam hidup saya,” tutur Maryam.
(Indeed Allah blessed me with this chance, since it proved to be the best decision I made in my life.)
Di universitas, Maryam bertemu dan berkenalan dengan banyak orang dari berbagai budaya dan latar belakang.
Pertemuan pertama Maryam dengan Islam adalah melalui mahasiwa-mahasiswa Muslim yang berbeda dari Arab Saudi, Bahrain, Mesir, Pakistan, Turki, Italia, Inggris dan banyak negara lainya. “Mereka semua datang dalam hidup saya pada saat yang paling tepat, saat saya membutuhkan informasi tentang agama,” kenang Maryam.
Tahun 2001 menjadi yang tak terlupakan bagi Maryam. Ia mengunjungi seorang temannya yang Muslim. Di kediamannya, itulah pertama kalinya Maryam melihat Al-Quran. “Quran itu tersimpan tepat di depan saya, di sebuah rak buku. Hanya dengan melihatnya, ada dorongan dan rasa ingin tahu untuk melihat dan membaca apa yang ada di dalam kitab itu.”
Ketika Maryam membukanya, ia sama sekali tidak bisa membacanya. Tentu saja, karena Quran itu ditulis dalam bahasa Arab. Tapi temannya dengan tenang menjelaskan apa yang ia lihat dari Al-Quran itu. Satu tahun kemudian, Maryam ingat, sebelum awal Ramadhan pada tahun 2002, ia bertanya pada dirinya sendiri “Apakah saya harus pergi ke gereja hari ini? Mengapa saya harus ke sana?”
Maryam tahu, ia tidak percaya bahwa Yesus adalah anak Allah, jadi ia merasa punya alasan untuk tidak pergi ke gereja. “Saya tidak ingin pergi ke gereja untuk sekadar menyenangkan orang tua saya, atau orang Kristen lainnya lagi. Saya ingin agama yang menyenangkan Tuhan dan untuk Tuhan dan hanya Tuhan,” batinnya ketika itu. Di saat yang bersamaan, Maryam juga mulai membaca Al-Quran dan membaca kisah kehidupan Nabi Muhammad SAW.
Setelah mendapatkan banyak informasi tentang Islam dan menanyakan semua pertanyaan yang ia perlu tahu jawabannya, akhirnya Maryam menyatakan menjadi seorang Muslimah.
"I finally came into the world like a new-born child. What can only be described as ‘LIGHT’ was suddenly shone upon me. I decided when Ramadan had finished and we had celebrated `Eid that there was no way I was going to be anything else BUT Muslim, and that was my deciding moment."
“Saya akhirnya datang ke dunia seperti anak yang baru lahir. Saya memutuskan menjadi seorang Muslimah saat Ramadhan usai,” tutur Maryam.
"After so many years of being blind, and walking in the dark, one day, Allah the Most Gracious Most Merciful shone the torch in my eyes, and I woke up from the trance, from the illness, from the blindness I was trapped in for so long."
“Setelah bertahun-tahun menjadi buta, dan berjalan dalam gelap, suatu hari, Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang memberi sinar di mata saya, dan saya bangun dari ‘pingsan’, dari penyakit, dari kebutaan yang sudah menjebak dalam waktu yang sangat lama,” demikian Maryam.
Sumber: onislam, terjemahan islampos.com